Berlangganan

Dalam Pelukan Rinjani: Hutan, Savana, Dan Persiapan 7 Bukit Penyesalan

Pusat tata surya sepertinya sedang semangat semangatnya. Belum lama adzan subuh dikumandangkan, sinar kehangatan menyeruak masuk melalui celah celah jendela. Pekatnya dibalik kelopak mata akhirnya bertukar dengan pancaran cahaya lampu yang belum dimatikan. Kutengok kanan kiriku, rupanya semua sudah terbebas dari alam mimpi. Aku segera bergerak keluar kearah suara suara yang tengah dilanda badai serotonin menyambut pelukan Rinjani. Ternyata suara itu sudah melingkar dengan minuman camellia sinesis dan kahveh bersuhu tinggi ditengah tengahnya. Aku ambil satu gelas, dan kurasakan damainya pagi itu. Kutengok arah atas, lambaian dewi anjani menandakan hari itu cumolonimbus tidak akan menyerbu atap sembalun.

Team 18, Pendakian Gunung Rinjani Mei 2016
Kami berdelapan belas merasakan cerah yang sama seperti pagi itu. Kedelapan belas orang dari kami baru bertatap muka 48 jam setelah berada di kota apel. Malang, menjadi titik kami berkumpul dalam perjalanan menuju puncak setinggi 3726 meter diatas kaki laut itu. Beberapa diantara kami sudah saling kenal sebelumnya, tapi sebagian besar baru pertama berjumpa.Sementara yang lain asik beradu tawa, aku lebih menikmati bercumbu dengan bibir gelas sambil menikmati hembusan angin alaska. Mulutku memang butuh waktu lama untuk bisa mengeluarkan nada nada sapa. Nampaknya pagi itu tubuhku enggan bersetubuh dengan coventina.Gigil  menjadi ancaman nyata yang membuat tubuh ini berontak.

Jarum jam di tanganku sudah berputar tak kurang dari 100 kali. Semua bekal sudah masuk dalam tas carrier yang dipastikan bakal melekat di punggung sampai di Plawangan Sembalun. Kami semua berdiri melingkar menundukan kepala dengan seksama dan mengirimkan pesan kepada Sang Pencipta. "Tuhan, lindungi kami dalam perjalanan panjang ini, bawalah kami sampai ke puncak anjani hingga berdiri lagi ditempat ini, tanpa kurang satu apapun" Perjalananpun dimulai dengan melintasi jalan setapak yang berada ditengah tengah persawahan. Tanjakan dan turunan ringan menyambut awal perjalanan kami.

Puncak Rinjani terlihat begitu gagah dibelakang
Setengah jam berjalan tibalah disebuah tempat lapang yang ditumbuhi rumput rumput kuning kecoklatan. Kami berhenti sejenak, sekedar menetralkan nafas dan membasahi kerongkong tenggorokan. Dari tempat ini, Puncak Rinjani terlihat begitu jelas dengan kaki kakinya yang gagah. Serotonin sepertinya masih menjangkit syaraf syarafku sehingga tak mau berlama lama beristirahat. Jalur pendakian masih landai hanya sesekali melewati tanjakan. Tiga puluh menit kemudian kami tiba di gerbang rimba kecil. Gerbang yang membawa kami ke Pandora seperti yang diceritakan James Cameron. Dedaunan dan ranting menjadi atap penghalau sinar ultraviolet. Sementara itu lantainya berwarna kuning kecoklatan yang terbuat dari rerontokan atap yang sudah kehilangan klorofil.

Menembus hutan kecil dan lebat itu, sejauh mata memandang hanya berwarna kuning tua kecuali 7 bukit penyesalan yang berwarna kehijauan. Padang Savana telah menyambut kami. Beberapa manusia super pembawa bekal makanan (baca: porter) mulai berpapasan. Belum ada tanjakan yang berarti, sehingga perjalananpun tak terhenti. Telepon genggam yang berada di sakuku tak mau ketinggalan untuk mengabadikan jalur yang konon disebut sebut sebagai jalur pendakian terindah di Indonesia itu. Aku bersama edo (salah satu peserta pendakian dari Malang) berada di barisan depan. Sementara lainya tak terendus mata hanya cuitan cuitan yang terdengar samar samar di telinga. Beberapa langkah kemudian Alex (peserta pendakian dari Jakarta) membuntuti dibelakang kami. Kami bertiga lantas meneruskan perjalanan hingga ke Pos 1.

Padang Savana menuju POS 1 Gunung Rinjani
Terhitung sekitar 120 menit perjalanan dari basecamp menuju POS 1. Sepanjang perjalanan masih terbilang landai hanya sesekali melewati tanjakan. Dari Pos 1 ini Pos II juga terlihat dan hanya memakan waktu sekitar 30 menit saja. Kami memutuskan untuk meneruskan perjalanan dan akan istirahat di POS II. Setibanya di Pos II kami lantas mengisi karbohidrat dalam tubuh yang sepertinya sudah menipis. Akupun membuka bungkusan warna coklat berlapis minyak itu dan langsung melahapnya. Di Pos II ini juga sangat dekat dengan sumber air sehingga banyak yang mendirikan tenda disekitarnya.

Bukit kecil yang terbelah oleh jalan setapak ditengah tengahnya sudah bersiap mencium telapak kakiku. Tanpa ragu aku segera menghampirinya. Kulekatkan pandanganku ke arah depan, rupanya pendakian baru saja akan dimulai. Jalur dari Pos II hingga ke Pos III ini sudah terpasang tanjakan yang cukup membuat keringat bercucuran. Beberapa kali senyumku melebar saat berpapasan dengan pendaki yang sudah bercumbu dengan dewi anjani. Sesekali kakiku berhenti melangkah, dan mulutku melontarkan kata kata yang seolah menjadi bekal para pendaki. "Dari mana mas?, Naik Sejak Kapan?, Berhasil Sampai Puncak?", adalah kata kata yang paling akrab terdengar ketika para pendaki berpapasan. Kotak multi fungsi yang berada di saku celana akhirnya kukeluarkan. Lagu lagu dari Michel Learn To Rock, Creed, The Cranberries, Bon Jovi, Audioslave dan sejumlah band klasik lainya mengantarkanku ke Pos III.Perjalanan dari Pos II hingga ke Pos III ini memakan waktu sekitar 90 menit. Kami memutuskan berhenti sejenak di Pos III untuk melepas lelah dan menyiapkan tenaga untuk menaklukan 7 bukit penyesalan. 

Dari Pos III ini perjalanan akan benar benar menguras tenaga karena akan melewati 7 buah bukit tanpa ada bonusnya yang dikenal dengan 7 bukit penyesalan. To Be Continue........